Organisasi hibrid merupakan sebutan bagi lembaga pemerintah yang di dalam kegiatannya menunjukkan bauran sifat lembaga publik dan organisasi swasta. Semakin banyak pemerintah yang menerapkan mekanisme ini di dalam menjalankan kebijakan publik. Organisasi hibrid lebih sulit untuk dikendalikan karena berperilaku menyerupai organisasi yang terikat oleh regulasi, bukan perpanjangan lembaga administratif.
Semenjak serangan terhadap gedung World Trade Center dan Pentagon, perhatian dialihkan kepada kegagalan perusahaan-perusahaan swasta di dalam menjalankan sistem keamanan udara. Rendahnya mutu keamanan di bandara menjadi masalah yang harus dibereskan. Pemerintahan Presiden Bush segera mengeluarkan usulan bahwa pemerintah dapat pula ikut campur tangan di dalam melakukan pemeriksaan terhadap penumpang dan bagasi; fungsi ini sebelum terjadi peristiwa WTC/Pentagon dijalankan oleh pegawai bergaji rendah atau perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak di dalam jasa keamanan yang disewa oleh maskapai penerbangan (Schneider dan Nakashima 2001).
Presiden George W. Bush mengikuti tradisi Presiden Ronald Reagan, yakni menghimbau pemerintah federal untuk ikut serta di dalam menjalankan tanggung jawab yang sebelumnya dipegang sepenuhnya oleh pihak swasta. Himbauan tersebut kemudian dilanjutkan dengan usulan pembentukan sebuah korporasi pemerintah guna menangani tugas yang berat di dalam merekrut, melatih dan mengelola pegawai yang nantinya akan ditugaskan di dalam pengamanan bandara, supaya kejadian 11 September 2001 tidak terulang lagi.
Korporasi pemerintah yang diusulken pengadaannya oleh pemerintah Amerika Serikat di atas termasuk jenis organisasi "hibrid". Dikatakan hibrid karena memiliki sifat-sifat gabungan swasta dan pemerintah. Dari gabungan sifat-sifat ini muncullah frasa kunci: akuntabilitas publik (public accountability) dan efisiensi swasta (private efficiency).
Meskipun dibentuk oleh pemerintah untuk mengemban tanggung jawab di dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, organisasi hibrid berlaku menyerupai perusahaan swasta, baik di dalam bentuk maupun fungsinya. Banyak organisasi hibrid yang dimiliki oleh pihak swasta, yang pada prinsipnya menjalankan usaha untuk memperoleh laba. Di dalam praktek pelaksanaan organisasi hibrid, pengelola membebankan biaya untuk pelayanan/jasa yang disediakan untuk mengganti biaya operasi. Organisasi hibrid memiliki keleluasaan dari batasan-batasan undang-undang dan regulasi hingga lebih bebas dan lentur di dalam mencapai tujuan organisasi.
Organisasi hibrid tidak memiliki kelas kelembagaan tertentu karena masing-masing memiliki riwayat, tujuan dan struktur yang berbeda. Namun, sifat mereka sama. Di Amerika Serikat, terdapat sejumlah contoh, yaitu Federal Deposit Insurance Corporation (FIDC), Port Authority of New York and New Jersey, dan Tennessee Valley Authority (TVA).
Organisasi hibrid justeru lebih banyak ditemukan di luar Amerika Serikat. Di negara-negara anggota Persemakmuran (Commonwealth), sebutannya ialah "quangos", penyingkatan dari frasa "quasi-Non Governmental Organisations". Perusahaan publik, yang dimiliki secara keseluruhan atau sebagian oleh pemerintah, memiliki kemiripan dengan organisasi hibrid di Amerika Serikat. Saat ini malah terdapat sebuah "kelompok yang misterius" dari organisasi hibrid transnasional seperti Bank Dunia dan IMF, yang dibiayai secara publik oleh banyak negara namun menjalankan fungsinya sebagai lembaga semi-swasta.
Dirangkum dari buku yang ditulis oleh J. G. S. Koppell yang berjudul The Politics of Quasi-Government: Hybrid Organizations and the Dynamics of Bureaucratic Control (Cambridge University Press, 2003).