Saturday, September 21, 2019

Bahasa dan Sastra | Drama Mahkamah (Asrul Sani, 1984)

Dalam ruangan ini tidak ada perbedaan antara malam dan siang. Biarpun di kamar tidur Bahri hari sudah malam, kualitas cahaya dalam ruang mahkamah tetap sama. Murni datang diantarkan seorang petugas pengadilan. Ia berhenti sebentar untuk memandang wajah suaminya.

Pembela : Nyonya Murni, silakan duduk

Bahri melihat Murni. Ia berdiri.

Bahri : Murni ... sayang!

Mendengar kata "sayang" itu Murni memalingkan muka lalu duduk tertunduk. Pembela mendekati Murni, lalu berkata.

Pembela : Nyonya ada sedikit pengakuan yang mungkin didengarkan oleh Majelis Hakim yang mulia. Kami mengetahui, bahwa dulu Nyonya adalah kekasih Kapten Anwar. Tapi orang yang mencintai Nyonya bukan dia satu-satunya. Ada lagi, yang lain, yaitu Mayor Bahri, suami Nyonya yang sekarang juga mencintai Nyonya. Kemudian Kapten Anwar dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan medan perang. Yang menjadi ketua pengadilan itu adalah Mayor Bahri, suami Nyonya. Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan. Harap Nyonya jawab dengan jujur dan tujuan kepada Majelis Hakim ...

Murni mengangguk.

Pembela : Sudah berapa tahun Nyonya berumah tangga dengan Saudara Bahri?

Murni : Lebih dari tiga puluh tahun.

Pembela : Waktu yang cukup panjang untuk mengenali pribadi seseorang. Berdasrakan pengetahuan Nyonya, apakah mungkin Saudara Bahri menjatuhkan hukuman pada sahabat karibnya Anwar dengan maksud membunuhnya supaya dapat mengawini Nyonya? Tolong Nyonya jawab dengan sejujur-jujurnya. Cobalah Nyonya renungkan.

Murni : Saya tidak perlu merenungkannya. Saya kenal sifat suami saya. Suami saya seorang pejuang, seorang prajurit yang setia. Tidak, dia bukan pembunuh.

Pembela : Tolong sampaikan dengan lebih jelas pada Majelis Hakim.

Murni : Suami saya tidak membunuh Anwar karena ingin kawin dengan saya.

Pembela : Terima kasih, Nyonya. Untuk sementara sekian dulu Yang Mulia.

Hakim Ketua : Saudara Penuntut Umum, giliran Saudara.

Penuntut Umum : Nyonya Murni, apakah Nyonya seorang yang dapat dipercaya? Ataukah Nyonya berkata begitu hanya sekadar mimpi memamerkan kesetiaan pada suami yang sebetulnya sama sekali tidak Nyonya miliki.

Pembela : Yang Mulia, saya keberatan terhadap ucapan Saudara Penuntut Umum. Di sini yang diadili adalah Saudara Bahri, bukan Nyonya Murni.

Penuntut Umum : Maaf, Yang Mulia. Saudara Pembela terlalu terburu nafsu. Saya belum selesai bicara. Saya tidak mengadili. Saya hanya membuat suatu kesimpulan.

Hakim Ketua : Teruskan, Saudara Penuntut Umum.

Penuntut Umum : Setelah Saudara Anwar meinggal -- berapa lama kemudian Nyonya menikah dengan Saudara Bahri?

Murni diam sebentar.

Penuntut Umum : Ayolah, Nyonya Murni. Menurut keterangan yang kami peroleh, Nyonya sangat cinta pada Saudara Anwar. Apa betul?

Murni mengangguk.

Penuntut Umum : Begitu cinta padanya, hingga lamaran Saudara Bahri yang pangkatnya lebih tinggi dari Saudara Anwar, Nyonya tolak. Saya tidak tahu pasti biarpun kepastian ini tidak penting dalam bermesraan dengan Saudara Anwar tidak akan begitu aneh jika Nyonya dan Saudara Anwar bersimpati untuk sehidup-semati itu biasa. Memang begitu biasanya anak-anak muda yang sedang bercinta. Lalu dia meninggal. Berapa bulan kemudian Nyonya menikah dengan Saudara Bahri?

Murni : Dua bulan ...