Thursday, September 26, 2019

IPS | Palembang awal abad XIX

Penuturan sejarah berikut ini saya sesuaikan dengan ejaan terkini, akan tetapi menggunakan gaya bahasa asli seperti yang dituturkan oleh penulis bukunya.

Alkesah, maka diceriterakan hikayat tanah Palembang pada masa G. G. van der Cappelen memerintah Tanah Hindia.

Adapun Sultan Nadjmoe'ddin dihasut oleh Tuan Raffles di Bangkahulu mengaku dirinya di bawah hukum Raja Inggris, maka diturutnyalah kehendak itu, tetapi Tuan Muntinghe wakil Gouverneur-Generaal di Palembang menurunkan Sultan Nadjmoe'ddin serta merajakan pula Sultan yang lama, yaitu Sultan Badroe'ddin; meskipun ialah yang dahulu membunuh sekalian orang isi benteng Belanda di Palembang, tetapi Tuan Muntinghe percaya juga akan dia.

Maka sekali peristiwa pada tahun 1819 Tuan Muntinghe berangkat ke udik hendak memeriksa perbuatan orang Inggris di situ.

Adapun Sultan Badroe'ddin menaruh khianat dalam hatinya, maka sepeninggal Tuan Muntinghe disuruhnya rakyatnya mengamuk orang Belanda di Palembang. Sungguhpun Sultan tiada menyampaikan maksutnya, tetapi Tuan Muntinghe beserta dengan orang Belanda meninggalkan Palembang, sebab soldadoe sedikit orang saja.

Sjahdan, maka balatentara dititahkan oleh Gouverneur-Generaal menaklukkan tanah Palembang, akan tetapi kelengkapan itu tiada dapat sampai ke Palembang, karena dekat negeri Palembang dibuat oranglah kubu yang bermeriam, terutama pulau Kembaro di muara Sungai Paladjoe amat sangat teguh kotanya, dan lagi dari tepi ke tepi sungai Musi direntangkan musuh rantai besi akan mengempang kapal Belanda.

Maka tiada berapa lamanya kemudian dari pada itu pada tahun 1821 berlayarlah pula angkatan Gouvernement kepada Palembang, maka panglima besar soldadoe, yang menumpang di kapal, yaitu Generaal De Kock. Adapun balatentara itu sedang ramai berperang sampai ke Palembang, lalu bersedia menembak keraton. Maka Sultan Badroe'ddin tawar hatinya seraya menyerahkan dirinya, lalu iapun dibuang Gouvernement ke Pulau Ternate.

Setelah itu, maka dirajakan oleh Gouverneur-Generaal Ahmad Nadjm'oeddin, anak Sultan Nadmoe'ddin serta Nadjmoe'ddin beroleh sebidang tanah dengan gelar Susuhunan. Akan tetapi sebab Sultan dan Susuhunan durhaka, maka kedua-duanya diturunkan oleh Gouverneur-Generaal. Sejak itu tanah Palembang di bawah perintah Gouvernement sendiri. Akan negeri-negeri di hulu Palembang belum takluk, upamanya Rejang, Lebong, Empat Lawang, Pasemah dan lain-lain.

Maka lama kelamaan negeri itu kebanyakan membawa dirinya ke bawah hukum Gouvernement, maka tanah Pasemah yang kesudahan sekali masuk jajahan Belanda pada tahun 1868. Maka tanah Palembang makin lama makin ramai sebab orang negeri tiada dianiyaya lagi oleh Sultan dengan sanak saudaranya.

REFERENSI

Biegman GJF. 1894. Hikajat Tanah Hindia. Batawi: Perjitakan Goebernemen. hal. 98-99.